Selasa, 22 Januari 2013

karakteristik dari Konsumen Indonesia (pada umumnya) dan Faktor yang Paling Mempengaruhi Perialaku Konsumen Indonesia

Nama  : Melati Puji Lestari
Kelas  : 3ea18
Npm   :  14210336



Karakteristik dari Konsumen Indonesia (pada umumnya) Manusia memiliki banyak sekali kebutuhan dalam

hidupnya dengan jumlah yang tidak terbatas, baik kebutuhan fisik maupun rohani.Untuk kebutuhan fisik manusia membutuhkan barang-barang seperti makanan, pakaian, dan rumah. Sementara untuk kebutuhan rohani, manusia membutuhkan jasa seperti hiburan dan konsultasi. Adapun pengertian konsumsi secara khusus adalah suatu kegiatan yang tujuannya mengurangi atau menghabiskan faedah suatu benda (barang dan jasa) dalam rangka pemenuhan hidup. Untuk memenuhi kebutuhan yang beraneka ragam, kita mengkonsumsi barang dan jasa. Barang adalah alat pemuas kebutuhan yang mempunyai bentuk seperti tas, baju, dan berbagai barang laiinya.Adapun jasa adalah alat pemuas kebutuhan yang tidak berbentuk tetapi dapat dirasakan manfaatnya.Adapun manfaat dari suatu barang yang dipakai dalam pemenuhan kebutuhan manusia adalah kepuasan yang dapat diberikan oleh barang tersebut untuk memenuhi kebutuhan yang dapat menyebabkan barang tersebut lebih bernilai. Masing-masing konsumen memiliki pribadi yang unik.Konsumen yang satu dengan yang lainnya mempunyai kebutuhan yang bebeda dan prilaku yang berbeda dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.Konsumen di Indonesia memiliki karakter yang berbeda pula dengan konsumen di negara lain.Sebagai contoh pada penjualan produk telekomunikasi seperti ponsel. Sebagai contoh penjualan ponsel Nokia 9500 yang ternyata di pasaran negara Amerika Serikat kurang begitu diminati oleh konsumennya, tetapi di Indonesia produk ini sangat laris bahkan menempati urutan ketiga dalam penjualan ponsel Nokia 9500 di dunia. Ternyata setelah dianalisis oleh para ahli ekonomi ternyata hal ini dipengaruhi oleh faktor “gengsi”. Pada umumnya manusia memiliki 2 kebutuhan baik dari segi kebutuhan fisik maupun kebutuhan rohani. Kebutuhan fisik seperti barang – barang, makanan, pakaian dan rumah. sedangkan untuk kebutuhan rohani seperti hiburan dan konsultasi. Konsumsi secara khusus berarti suatu kegiatan untuk menghabiskan suatu benda ( baik barang atau jasa). Barang ada alat pemuas kebutuhan yang mempunyai bentuk, terlihat, serta dapat diraba. Jasa adalah alat pemuas kebutuhan yang tidak berbentuk / berwujud, tetapi dapat dirasakan manfaatnya. Masing – masing konsumen memiliki karakteristik yang berbeda – beda. Konsumen satu dengan konsumen yang lain mempunyai kebutuhan yang berbeda – beda pula. Prilaku konsumen secara umum dapat dibagi atas 2 macam dalam memenuhi kebutuhannyayaitu:

1. Prilaku konsumen yang rasional Prilaku ini didasari oleh pertimbangan rasional (nalar) dalam memutuskan untuk mengkonsumsi suatu produk. Suatu pembelian dapat dikatakan rasional, bila dasar pertimbangannya adalah :

2. Perilaku konsumen yang tidak rasional Seorang konsumen dikatakan tidak rasional apabila membeli barang tanpa pertimbangan yang baik. Secara umum berikut karakteristik konsumen di Indonesia khususnya

Ada 10 Karakteristik konsumen Indonesia :

1. Memiliki Pola Pikir Jangka Pendek Pola pikir adalah hal dasar bagi seseorang dalam membuat keputusan. Keputusan yang diambil akan memberi pengaruh dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Pola pikir jangka pendek hanya memperhatikan manfaat dalam jangka waktu pendek saja. Oleh karena itu, produk-produk instan laku di pasar Indonesia.

2. Tidak Memiliki Perencanaan Konsumen Indonesia tidak memiliki perencanaan dalam hidup mereka termasuk dalam membuat perencaan dalam berbelanja. Perencanaan dalam berbelanja dapat diwujudkan dalam bentuk daftar belanjaan. Daftar belanjaan ini mengurangi pembelian yang tidak direncanakan. Oleh karena itu, konsumen Indonesia rata-rata sering melakukan pembelian barang-barang yang tidak direncanakan sebelumnya.

3. Cenderung Suka Berkumpul Konsumen Indonesia memiki kecenderungan suka berkelompok dan berkumpul. Saat berkumpul dan berkelompok akan timbul pembicaraan. Dalam pembicaraan tersebut akan menimbulkan efek words of mouth. Efek words of mouth akan menimbulkan kemungkinan ada konsumen baru dari konsumen yang terpuaskan. Dari konsumen yang terpuaskan akan menimbulkan repeat orders.

4. Tidak Adaptif Dengan Teknologi Baru Survey yang dilakukan oleh Frontier pada tahun 2010 ini menyatakan bahwa konsumen Indonesia tidak adaptif terhadap teknologi. Fasilitas M-Banking dan Internet belum digunakan secara maksimal. Fasilitas M-Banking dan Internet yang sudah ada di dalam ponsel yang digunakan oleh konsumen Indonesia namun belum digunakan secara maksimal.

5. Fokus Pada Konten Bukan Konteks Konten adalah informasi yang tersedia melalui media atau produk elektronik. Konteks adalah suatu uraian atau kalimat yg dapat mendukung atau menambah kejelasan makna. Informasi yang tersedia di media atau produk elektronik lainnya tentu saja tidak memberikan informasi yang jelas.

6. Menyukai Barang – Barang Produksi Luar Negeri Harga acapkali dibandingkan dengan kualitas. Semakin tinggi harga dianggap semakin bagus kualitasnya. Harga barang-barang produksi luar negeri mayoritas memiliki harga lebih tinggi daripada barang-barang produksi dalam negeri. Gengsi menjadi salah satu alasan juga mengapa konsumen Indonesia lebih menyukai barang-barang produksi luar negeri.

7. Semakin Memperhatikan Masalah Religious Indonesia adalah negara beragama. Konsumen Indonesia menjadi lebih sensitif untuk hal-hal yang berbau keaagamaan. Produk dan jasa yang berbau agama semakin lebih banyak digemari.

8. Suka Pamer dan Gengsi Kecenderungan manusia adalah ingin dipuji. Konsumen Indonesia yang berasal dari golongan ekonomi menengah ingin dipuji jika bisa membeli barang yang tidak bisa dibeli orang lain. Konsumen Indonesia dari golongan ekonomi atas membeli barang-barang branded supaya dipuji dan sebagai prestise karena gengsi.

9. Tidak banyak dipengaruhi Budaya Lokal Keanekaragaman budaya dan adat istiadat sudah tidak lagi menjadi alasan dalam memilih dan menggunakan suatu produk. Globalisasi membuat konsumen Indonesia
memiliki karakteristik tidak banyak dipengaruhi lagi oleh budaya lokal.

10. Kurang Memperdulikan Lingkungan Perubahan iklim adalah isu yang popular di abad 21. Isu tentang lingkungan menjadi penting terkait tentang pemanasan produk. Perusahaan berlomba-lomba untuk ikut andil dalam lingkungan. Produk yang akan diproduksi sudah dirancang supaya sustainable terhadap lingkungan. Lain halnya dengan konsumen luar negeri, konsumen Indonesia masih belum peduli akan lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi Perilaku.

Factor – factor yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen.
Secara garis besar prilaku konsumen dipengaruhi oleh 3 faktor :

1. Faktor Internal

a. Pendapatan Pendapatan konsumen berpangaruh pada besarnya konsumsi yang dilakukan. Semakin tinggi pendapatan konsumen, cenderung semakin besar pula.

b. Motivasi Setiap orang mempunyai motivasinya sendiri-sendiri dalam melakukan kegiatan konsumsi. Ada yang melakukan kegiatan konsumsi untuk memenuhi kebutuhan yang benar-benar diperlukan. Namun ada pula yang membeli barang hanya karena ikut-ikutan orang lain, padahal sebenarnya ia tidak membutuhkannya. Sebagian yang lain mengkonsumsi barang dan jasa tertentu demi memperlihatkan status sosialnya atau gengsi. Misalnya seorang remaja yang membeli handphone keluaran terbaru agar dianggapkeren oleh teman-temannya.

c. Sikap dan kepribadian Sikap dan kepribadian individu juga mempengaruhi perilaku konsumsinya. Orang hemat biasanya hanya akan membeli barang-barang yang telah direncanakan, dimana hal ini sangat berbeda jauh dengan orang boros yang selalu membeli barang yang tidak dibutuhkannya.

2. Faktor eksternal

a. Kebudayaan Kebudayaan yang terdapat di suatu daerah berpengaruh pada pola konsumsi masyarakatnya. Di Jepang dan Cina, orang makan menggunakan sumpit. Semantara di negara barat, sendok dan garpu sering ditemani oleh pisau. Tak heran bila konsumsi sumpit d Jepang dan Cina lebih tinggi dibandingkan di negara barat. Begitu pula sebaliknya.

b. Status Sosial Status atau posisi seseorang di dalam masyarakat dengan sendirinya akan membentuk pola konsumsi orang tersebut. Konsumsi seorang presiden, raja, atau menteri sudah jelas berbeda dengan konsumsi supir taksi, tukang kayu, atau pengusaha kecil.

c. Harga Barang Sudah menjadi hukum ekonomi bahwa harga barang naik, konsumsi akan menurun, dan apabila harga rendah, konsumsi akan tinggi. Ini juga berlaku untuk tingkat harga barang substitusi.

3. Faktor Strategi Marketing Strategi marketing dalam suatu negara berbeda dengan negara lain karena perbedaan masyarakat dan pola konsumsi juga sehingga tidak mengherankan bahwa suatu produk laris di suatu negara tetapi setelah dikenalkan dan dijual ke negara lain tidak mendapatkan respon yang baik dari masyarakat di negara tersebut. Tujuan dari pemasaran adalah untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhan dan keinginan pelanggan secara lebih baik dari pada pesaing. Perilaku konsumen merupakan studi Tentang cara individu, kelompok, organisasi dalam menyeleksi, membeli, menggunakan, dan mendisposisikan barang, jasa, gagasan, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka. Studi konsumen memberikan petunjuk untuk memperbaiki dan memperkenalkan produk atau jasa, menetapkan harga, perencanaan saluran, menyusun pesan, dan mengembangkan kegiatan pemasaran lain termasuk dalam mengetahui perilaku konsumen. Pemasar harus sepenuhnya memahami teori maupun realitas perilaku konsumen, mencakup beberapa fakta penting tentang konsumen dan tren konsumen masa depan, seperti PT. Toyota-Astra Motor dengan mulai menganalisa pasar dengan perencanaan tren mobil keluarga ideal terbaik Indonesia. Perilaku pembelian konsumen sebenarnya di pengaruhi oleh faktor-faktor budaya, sosial, pribadi, dan psikologis. Sedangkan faktor yang paling berpengaruh dan paling luas dan paling dalam adalah faktor budaya.

Menurut Kolter, Philip, Keller, Kevin Lane factor yang mempengaruhi perilaku konsumen sebagai berikut :

• Faktor budaya Budaya, sub-budaya, dan kelas sosial sangat penting bagi perilaku pembelian. Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku pembentuk paling dasar. Anak-anak yang sedang tumbuh mendapatkan seperangkat nilai, persepsi, preferensi, dan perilaku dari keluarga dan lembaga-lembaga penting lainnya. Masing-masing budaya terdiri dari sejumlah sub-budaya yang lebih menampakkan identifikasi dan sosialisasi khusus bagi para anggotanya. Sub-budaya mencakup kebangsaan, suku, agama, ras, kelompok bagi para anggotanya. Ketika sub-budaya menjadi besar dan cukup makmur, perusahaan akan sering merancang program pemasaran yang cermat disana.


• Faktor social Selain faktor budaya, perilaku konsumen di pengaruhi oleh faktor-faktor sosial, seperti kelompok acuan, keluarga, peran, dan status sosial. Kelompok acuan terdiri dari semua kelompok yang memiliki pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku orang tersebut. Keluarga meruapkan organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat dan para anggota keluarga menjadi kelompok acuan primer yang paling berpengaruh. Peran dan status sosial seseorang menunjukkan kedudukan orang itu setiap kelompok sosial yang ia tempati. Peran meliputi kegiatan yang diharapkan akan dilakukan oleh seseorang. Masing-masing peran menghasilkan status. Contoh : seorang yang memiliki peran sebagai manajer dan status yang lebih tinggi dari pegawai kantor, dimana ia juga memiliki banyak keluarga dan anak, tentu ia akan tertarik dengan produk mobil dari Toyota, karena ada kesesuaian antara kebutuhan dan keunggulan Toyota sebagai mobil keluarga ideal terbaik Indonesia, ia bahkan juga bisa membeli pakaian mahal dan juga keluarganya, membeli rumah besar untuk keluarganya dan lain-lain.


• Faktor pribadi Keputusan membeli juga di pengaruhi oleh karakteristik pribadi. Karakteristik tersebut meliputi usia dan tahap dalam siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, kepribadian dan konsep diri, juga nilai dan gaya hidup pembeli.


• Faktor Psikologi Titik awal untuk memahami perilaku konsumen adalah adanya rangsangan pemasaran luar seperti ekonomi, teknologi, politik, budaya. Satu perangkat psikologi berkombinasi dengan karakteristik konsumen tertentu untuk menghasilkan proses keputusan dan keputusan pembelian. Tugas pemasar adalah memahami apa yang terjadi dalam kesadaran konsumen antara datangnya rangsangan pemasaran luar dengan keputusan pembelian akhir. Empat proses psikologis (motivasi, persepsi, ingatan dan pembelajaran) secara fundamental, mempengaruhi tanggapan konsumen terhadap rangsangan pemasaran. Sedangkan menurut James F. Engel – Roger D Blackwell-Paul W. Miniart dalam saladin terdapat tiga faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen yaitu :


1. Pengaruh lingkungan, terdiri dari budaya, kelas sosial, keluarga dan situasi. Sebagai dasar utama perilaku konsumen adalah memahami pengaruh lingkungan yang membentuk atau menghambat individu dalam mengambil keputusan berkonsumsi mereka. Konsumen hidup dalam lingkungan yang kompleks, dimana perilaku keputusan mereka dipengaruhi oleh keempat faktor tersebut diatas.


2. Perbedaan dan pengaruh individu, terdiri dari motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup, dan demografi. Perbedaan individu merupkan faktor internal (interpersonal) yang menggerakkan serta mempengaruhi perilaku. Kelima faktor tersebut akan memperluas pengaruh perilaku konsumen dalam proses keputusannya.


3. Proses psikologis, terdiri dari pengolahan informasi, pembelajaran, perubahan sikap dan perilaku. Ketiga faktor tersebut menambah minat utama dari penelitian konsumen sebagai faktor yang turut mempengaruhi perilaku konsumen dalam penambilan keputusan pembelian.

Sumber :

http://syafrizalhelmi.blogspot.com/2010/03/karakteristik-konsumen-indonesia.html http://rennyahmalinda.blogspot.com/2013/01/karakteristik-dan-prilaku-konsumen.html  
http://ratni_itp.staff.ipb.ac.id/2012/06/07/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-perilaku-konsumen/

Sabtu, 12 Januari 2013

PERILAKU KONSUMEN CONSUMER INNOVATIVENESS

Nama : Melati Puji Lestari 

NPM :14210336 

Kelas : 3ea18 

PERILAKU KONSUMEN 
tugas softskill consumer innovativeness 

v Defining Customer Innovation

Custumer Innovation I often get asked what I mean when I use the phrase "Customer Innovation". Here's my explanation:
Customer innovation incorporates a number of emerging concepts and practices that help organisations address the challenge of growth in the age of the empowered and active customer (both business and consumer). It demands new approaches to innovation and strategy-making that emphasise rapid capability development, fast learning, ongoing experimentation and greater levels of collaboration in value-creation. Customer innovation impacts upon all the following activities, functions and disciplines:
Marketing strategy and management
Brand strategy and management
Communications strategy
Customer experience design and delivery
Customer relationship management
Customer service design and quality management
Market-sensing and customer learning
Market and customer segmentation
Creativity and knowledge management including market research
Partner and customer collaboration
Organisational alignment and purpose (values, behaviour and beliefs)
Innovation strategy and management
Innovation valuation, measurement and prioritisation
Strategy-making
For me customer innovation is not only an important perspective on value-creation but a whole new strategy discipline that organisations must embrace if they are to pursue growth successfully in the future. Put another way, customer innovation impacts the fundamental means by which value is created and growth sustained.
One of the difficulties I encounter when explaining the concept is that the "Innovation" word is traditionally associated with products and technology. There is a section in The Only Sustainable Edge by Hagel and Seely Brown that eloquently defines Innovation from a much broader organisational and strategic perspective:
We underscore the importance of innovation but we use the term more broadly than do most executives. Executives usually think in terms of product innovation as in generating the next wave of products that will strengthen market position. But product-related change is only one part of the innovation challenge. Innovation must involve capabilities; while it can occur at the product and service level, it can also involve process innovation and even business model innovation, such as uniquely recombining resources, practices and processes to generate new revenue streams. For example, Wal-Mart reinvented the retail business model by deploying a big-box retail format using a sophisticated logistics network so that it could deliver goods to rural areas at lower prices.
Innovation can also vary in scope, ranging from reactive improvements to more fundamental breakthroughs... One of the biggest challenges executives face is to know when and how to leap in capability innovation and when to move rapidly along a more incremental path. Innovation, as we broadly construe it, will reshape the very nature of the firm and relationships across firms, leading to a very different business landscape.
Although Hagel and Seely Brown's book provides a great analysis of capability-building and new innovation mechanisms at the edge of organisations (through new dynamic forms of firm-firm collaboration) and specialisation, their discussion largely omits the customer-firm colloboration, open innovation perspective. But, from Hagel's most recent post and article in the Mckinsey Quarterly, this seems like it could be the subject of their next book! Here is a quote from the article:
Cocreation is a powerful engine for innovation: instead of limiting it to what companies can devise within their own borders, pull systems throw the process open to many diverse participants, whose input can take product and service offerings in unexpected directions that serve a much broader range of needs. Instant-messaging networks, for instance, were initially marketed to teens as a way to communicate more rapidly, but financial traders, among many other people, now use them to gain an edge in rapidly moving financial markets.

  v  Compulsive Consumption

O'Guinn & Faber (1989:148) defined compulsive consumption as “a response to an uncontrollable drive or desire to obtain, use or experience a feeling, substance or activity that leads an individual to repetitively engage in a behaviour that will ultimately cause harm to the individual and/or others.” Research has been carried out to provide a phenomenological description to determine whether compulsive buying is a part of compulsive consumption or not. The conclusion reached after analysing both qualitative and quantitative data stated that compulsive buying resembles many other compulsive consumption behaviours like compulsive gambling, kleptomania and eating disorders (O' Guinn & Faber, 1989:147). Hassay & Smith (1996) hold a similar view and refer to compulsive buying as a form of compulsive consumption as well. Besides personality traits, motivational factors also play a significant role in determining the similarities between compulsive buyers and normal consumers. According to O'Guinn & Faber (1989:150), if compulsive buying is similar to other compulsive behaviours it should be motivated by “alleviation of anxiety or tension through changes in arousal level or enhanced self-esteem, rather than the desire for material acquisition.” Hassay & Smith (1996) also agree with the above inference and concluded from their research that “compulsive buying is motivated by acquisition rather than accumulation.”

Example Compulsive Consumption Consumer

Examples include uncontrollable shopping, gambling, drug addition, alcoholism and various food and eating disorders. It is distinctively different from impulsive buying which is a temporary phase and centers on a specific product at a particular moment. In contrast compulsive buying is enduring behaviour that centers on the process of buying, not the purchases themselves.


  v  CONSUMER ETHNOCENTRIM 
Consumers with high ethnocentrism are likely to have feelings of guilt when eating products from abroad because it adversely affects the economy of the nation itself. As for consumers with low ethnocentrism did not feel it. The implication for marketers is the use of an emphasis on the aspect of nationality in the use of domestic products for consumers with a high level of ethnocentrism. Consumer ethnocentrism comes from a more general psychological concept of ethnocentrism. Basically, ethnocentric people tend to view their group as superior to others. Thus, they view other groups from their own perspective, and reject those who are different and accept people who are similar (Netemeyer et al, 1991. Shimp & Sharma, 1987). This, in turn, derived from earlier sociological theories in-group and out-group (Shimp & Sharma, 1987). Ethnocentrism, then consistently found, it is normal for the group-to-out group (Jones, 1997, Ryan & Bogart, 1997). Consumer ethnocentrism specifically refers to ethnocentric views held by consumers in one country, in groups, to products from other countries, out-group (Shimp & Sharma, 1987). Consumers may believe that it is not appropriate, and perhaps even immoral, to buy products from other countries. The purchase of foreign products can be viewed as not feasible because the cost of domestic jobs and hurt the economy. The purchase of foreign products can even be seen as merely patriotic (Klein, 2002; Netemeyer et al, 1991. Sharma, Shimp, & Shin, 1995; Shimp & Sharma, 1987).


Attribute

Individual consumer ethnocentrism gives an understanding of what the purchase-received by the group, as well as the sense of identity and belonging. For consumers who do not ethnocentric or polycentric consumers, products are evaluated based on their merits exclusive national origin, or even likely to be seen more positively because they were foreigners (Shimp & Sharma, 1987; Vida & Dmitrovic, 2001). Brodowsky (1998) study of consumer ethnocentrism among car buyers in the United States and found a strong positive relationship between high ethnocentrism and country-based bias in the evaluation of the car. Consumers with low ethnocentrism appears to evaluate cars based more on the benefits of the car is not really a country of origin. Brodowsky showed that consumer ethnocentrism understanding is very important in understanding the effects of country of origin. Some antecedents of consumer ethnocentrism has been identified by various studies. Which tend to be less ethnocentric consumers are those who are young, those men, those who were better educated, and those with higher income levels (Balabanis et al, 2001;. Good & Huddleston, 1995, Sharma et al , 1995) Balabanis et al. found that the determinants of consumer ethnocentrism may vary from country to country and culture to culture. In Turkey, patriotism found the most important motive for consumer ethnocentrism. This, it is theorized, is because the collectivist culture of Turkey, with patriotism becomes an important expression of loyalty to the group. In the Czech Republic more individualistic, feelings of nationalism based on a sense of superiority and dominance appear to give the most important contribution to consumer ethnocentrism.


CASE EXAMPLE

Easy when me and Metta was having lunch with ketchup, in which the Indonesian people like ketchup, some attention to our Taiwanese friends, and some say, weird. I was silent, and the conclusions which I took only one, "orang2 Taiwan do not eat with soy sauce, or ketchup are not commonly eaten with rice." I did not have the heart to tell the Taiwan weird because we eat with ketchup, what's the difference anyway because I was with them on the end? Same with the habit of morning showers that rarely do people of Taiwan. Initially I was shocked, but with that I learned going forward, simply because I shower every morning shower does not mean it's weird. Because if I told you it was weird, especially if his name is not exalt yourself and not assume everything is lower?

 http://chrislawer.blogs.com/chris_lawer/2005/10/defining_custom.html 
http://www.businessteacher.org.uk/free-marketing-essays/compulsive-buying/
http://design-marketing-dictionary.blogspot.com/2009/11/compulsive-consumption-behaviour.html
http://en.wikipedia.org/wiki/Consumer_ethnocentrism