Kamis, 30 Mei 2013

Bahas indonesia2 Resensi


Nama               : Melati Puji Lestari
NPM                 : 14210336
KLS                  :3EA18

Judul                : Perselisihan
Karya                : Ngarto Februana
Tahun Terbit   : 1997
Isi                       : 6 hal
Penerbit            : Ceria Remaja
Sinopsis            :

            Pada cerpen ini di jelaskan bahwa dimana seorang anak angkat yang nakal dan suka mencuri bernama Hasan selalu membuat masalah. Masalah yang kali ini di buat tentang warisan orang tua angkatnya dimana dia ingin mendapat banyak sekali warisan,sampai adanya perselisihan dengan saudar-saudaranya. Akhirnya agar tidak terjadi kekerasan Ibu angkat Hasan meminta bantuan kepada Pak Lura dan Kamituo untuk menyelesaikan  masalah, tetapi Pak Lurah dan kamitou bersekongkol dengan Hasan untuk mengambil keuntungan  dari warisan tersebut.

Keunggulan        : 
           Pada cerpen kita mendapat pelajaran bahwa mempunyai   sifat sirik dan dengki itu tidak baik karena dapatmenimbulkan kejahatan. Sifat bijak sana pun perlu untuk menyelesaikan sebuah masalah agar tidak terjadi keributan. Dan juga di cerpen ini kita di ajarkan untuk beramal kelak untuk bekal kita di akhirat nanti.

Kelemahan          : 
         Cerpen ini tidak seharusnya menceritakan anak kecil      untuk menguping,bahkan orang dewasa pun tidak boleh menguping pembicaraan orang lain. Cerpen ini juga tidak memberitahu siapa nama tokoh anak kecil yang menguping tersebut. Cerpen ini juga tidak menceritakan      secara tuntas apa yang terjadi pada nenek dan tidak adanya yang member pelajaran untuk Hasan yang serakah dan suka mencuri.

Kamis, 02 Mei 2013

SOFTSKILL BAHASA INDONESIA 2


SOFTSKILL “ BAHASA INDONESIA”

NAMA  : MELATI PUJI LESTARI
NPM     : 14210336
KLS        : 3EA18

1.1  Tema
Tema dalam penelitian ini adalah penempatan pegawai terhadap efektivitas pelaksanaan tugas1.2  

1.2 Judul
PENGARUH ETOS KERJA DAN KOMPENSASI TERHADAP KINERJA  KARYAWAN DI  PT. ADI PERKASA TECHNIK  KAB. PURWAKARTA.

1.3  Latar Belakang
Manajemen sumber daya manusia (MSDM) merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian. Proses ini terdapat dalam bidang /fungsi produksi, pemasaran, keuangan, ataupun kepegawaian. Karena sumberdaya manusia (SDM) diangggap semakin penting perannya dalam pencapaian tujuan perusahaan, maka berbagai pengalaman dan hasil penelitian dalam bidang SDM dikumpulkan secara sistematis dalam apa yang di sebut manajemen sumber daya manusia. Istilah manajemen mempunyai arti sebagai pengetahuan tentang bagaimana seharusnya memanage (mengelola) sumber daya manusia. Sumber daya manusia memiliki potensi yang besar untuk menjalankan aktivitas perusahaan. Potensi setiap sumber daya manusia yang ada dalam perusahaan harus dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya  sehingga mampu memberikan output optimal.
Pada dasarnya tujuan setiap perusahaan itu sama yaitu berupaya untuk berkompetisi secara sehat dan terbuka dengan pesaingnya dan berusahaa untuk menghasilkan kepuasan bagi pelanggan. Untuk mencapai tujuan tersebut perusahaan perlu berusahaa meningkatkan etos kerja karyawannya, oleh karena itu seorang karyawan yang  produktif merupakan asset yang penting bagi perusahaan dan perlu dipertahankan agar tidak pindah atau keluar dari perusahaan. Akan tetapi pada kenyataannya  seringkali timbul masalah seperti rendahnya etos kerja, tingginya  turnover dan tingkat absensi karyawan yang pada akhirnya dapat  mempengaruhi kinerja perusahaan secara keseluruhan.
Kinerja karyawan yang optimal sangat dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas dan menjaga kelangsungan hidup perusahaan ini. Setiap perusahaan tidak akan pernah luput dari hal pemberian balas jasa atau kompensasi yang merupakan salah satu masalah penting dalam menciptakan kualitas kerja karyawan, karena untuk meningkatkan kinerja karyawan dibutuhkan pemenuhan kompensasi yang selalu diikuti oleh etos kerja yang baik.
Oleh karena, itu salah satu cara terbaik untuk meningkatkan kapasitas kinerja karyawan adalah dengan menghubungkan etos kerja dengan kompensasi. Jika program kompensasi dirasakan adil dan kompetitif  oleh karyawan, maka perusahaan akan lebih mudah untuk menarik karyawan yang potensial, yang berkualitas serta memiliki etos kerja yang baik, tekun, ulet, loyalitas serta disiplin dalam memanfaatkan waktu sehingga bisa memberikan kontribusi yang sangat penting bagi perkembangan perusahaan, sehingga produktivitas meningkat dan perusahaan mampu menghasilkan produk dengan tenaga yang mempunyai landasan etika dengan baik dan hasil kinerjanya pun pasti sangat baik.
PT. Adi Perkasa Technik merupakan perusahan yang sangat memperhatikan  tentang skill dan keahlian yang dimiliki seorang karyawan itu sendiri dalam artian pekerjaan yang khusus  dalam bidang Eletrikal, Mekanikal dan Engineering. maka kinerjanya pun dituntut lebih disiplin, tekun, ulet, bertanggung jawab,  sehingga yang dicapai akan lebih maksimal dan sesuai dengan harapan  dan tujuan PT. Adi Perkasa Technik, maka dari itu konsistensi karyawan dalam mempertangung jawabkan pekerjaan harus sesuai dengan apa yang diberikan oleh perusahaan, bila etos kerja dan kompensasi tidak sejalan, di khawatirkan akan dapat menurunkan produktivitas dan mengurangi kontribusinya sebagai karyawan, maka perusahaan bisa kehilangan karyawan yang mempunyai nilai etos kerja yang baik dan apabila menarik karyawan lagi perusahaan harus mengeluarkan biaya untuk, menyeleksi, melatih dan mengembangkan penggantinya. bahkan bila karyawan tidak mengundurkan diri ( resign), besar kemungkinan mereka menjadi tidak puas terhadap perusahaan dan yang pasti akan menurunkan produktivitas serta loyalitas terhadap perusahaan. Seperti fenomena yang terjadi di PT. Adi Perkasa technik ada beberapa karyawan yang mulai menurun dalam kehadiran terutama faktor keterlambatan jam kerja, dan perusahaan merasa tidak puas dengan hasil yang dicapai yang terlihat dari banyaknya pekerjaan yang terlambat selesai dari waktu yang telah ditetapkan, selain itu  pemberian kompensasi berupa gaji yang berada di bawah standar Upah Minimum Regional (UMR) yang membuat karyawan semakin menurun tingkat produktivitasnya. Melihat dari gejala-gejala yang terjadi di PT. Adi Perkasa bahwasanya dengan adanya etos kerja dan kompensasi yang baik, maka akan dapat membuahkan hasil atau kinerja yang baik sekaligus berkualitas dari pekerjaan yang dilaksanakannya. Berangkat dari kondisi tersebut, maka dijadikan dasar untuk melaksanakan penelitian tentang kinerja karyawan. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diangkat judul : PENGARUH ETOS KERJA DAN KOMPENSASI TERHADAP KINERJA  KARYAWAN DI  PT. ADI PERKASA TECHNIK  KAB. PURWAKARTA.

1.4   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka dapat diketahui bahwa permasalahan yang terjadi pada PT. Adi Perkasa Technik selain adanya persaingan yang semakin ketat dengan perusahaan sejenis ada beberapa masalah  intern mengenai etos kerja yang masih kurang disiplin dalam hal absensi, ketepatan waktu pekerjaan, banyaknya pekerjaan yang terlambat selesai dari waktu yang telah ditetapkan dan prestasi kerja karyawan, serta pemberian kompensasi berupa gaji yang dibawah UMR, sehingga menurunkan kinerja  karyawan di perusahaan. Dari permasalahan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.       Apakah etos kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja di PT. Adi Perkasa Technik di Kab. Purwakarta ?
2.       Apakah etos kerja dan kompensasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja di PT. Adi Perkasa Tecnik di Kab. Purwakarta?   

1.5  Tujuan Penelitian
Untuk  mengetahui bagaimana pengaruh  etos kerja  terhadap kinerja karyawan PT. Adi Perkasa Technik di Kab. Purwakarta.
Untuk  mengetahui  bagaimana pengaruh  kompensasi  terhadap kinerja karyawan PT. Adi Perkasa Technik di Kab. Purwakarta.
Untuk  mengetahui  bagaimana pengaruh etos kerja dan kompensasi terhadap kinerja di PT. Adi Perkasa Technik di Kab. Purwakarta.

1.6 Manfaat Penelitian
Untuk memperoleh tambahan pengetahuan dan wawasan dibidang manajemen, khususnya Manajemen Sumber Daya Manusia
  Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan akan menghasilkan informasi yang bermanfaat sebagai masukan dan pertimbangan bagi perusahaan PT. Adi Perkasa Technik untuk mengetahui arti pentingnya etos kerja dan kompensasi, sehingga dapat mendorong kinerja karyawan di PT. Adi Perkasa Technik di Kab. Purwakarta. 

  Manfaat Akademis
b.1. Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang berkepentingan terutama dalam teori etos kerja dan kompensasi, untuk meningkatkan  kinerja karyawan.

b.2.  Bagi Kampus.
Bahan  tambahan bacaan  khusus untuk mengembangkan  ilmu-ilmu pengetahuan  yang  berkaitan  dengan  upaya  meningkatkan  kinerja karyawan.  Dan  hasil  penelitian  ini  diharapkan  bisa  menjadi  sumber informasi  yang  selanjutnya  dapat  dijadikan  dasar  masukan  bagi penelitian selanjutnya. 

  Metode penelitian
Dalam menyelesaikan penulisan ini, penulis melakukan berbagai cara untuk memperoleh data sebagai berikut :

1.7.1    Objek penelitian
Objek penelitian penulisan ini dilakukan pada PT. Adi Perkasa Technik di Kabupaten Purwakarta Propinsi Jawa Barat ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kerja Karyawan.
            Adapun faktor-faktor yang di duga mempengaruhi Kinerja Karyawan di PT. Adi Perkasa Technik di Kab. Purwakarta, adalah sebagai berikut :
Etos Kerja  di PT. Adi Perkasa Technik di Kab. Purwakarta.
Kompensasi di PT. Adi Perkasa Technik di Kab. Purwakarta.

1.7.2    Data atau variable
Data dan Sumber data merupakan  sejumlah  informasi  yang  dapat  memberikan gambaran  tentang  suatu  keadaan. Informasi yang diperoleh memberikan keterangan,  gambaran  atau  fakta  mengenai  suatu  persoalan  dalam bentuk kategori huruf atau bilangan.
a.  Data Primer 
Data  primer  adalah  data  yang  diperoleh  atau  dikumpulkan langsung dari sumber utama atau diperoleh dari hasil wawancaradan  kuesioner  yang  telah  disebarkan  kepada  responden. Dalam hal ini penelitian  langsung meminta  informasi kapada Direktur PT. Adi Perkasa Technik  yang  berkaitan  dengan  gaji,  upah.

1.7.3    Metode Pengumpulan Data
Dalam  usaha  pengumpulan  data  serta  keterangan  penelitian mengunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a.  Kuesioner (Angket)
Kuesioner  merupakan  alat  untuk  mengumpulkan  data daftar pertanyaan  tertulis  yang  disusun  secara  sistematis,  pertanyaan-pertanyaan  yang  terdapat  dalam  kuesioner,  atau  daftar pertanyaan  tersebut  cukup  terperinci  dan  lengkap. 
b.  Dokumentasi
Dokumentasi  adalah  teknik  pengumpulan  data  yang  tidak langsung  ditujukan  pada  subyek  penelitian,  namun  melalui dokumen.  dokumen  yang di gunakan  dapat berupa buku  harian atau catatan, laporan, dan dokumen lainnya

1.8.1 Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut.
1) Kompensasi berpengaruh positif dan signifiksn secara langsung terhadap kinerja karyawan  PT. Adi Perkasa Tecnik di Kab. Purwakarta, berarti pengaruh kompensasi terhadap kinerja karyawan adalah pengaruh yang bernilai positif yaitu semakin tinggi kompensasi yang diberikan maka semakin tinggi pula kinerja karyawan PT. Adi Perkasa Tecnik di Kab. Purwakarta.

2) Lingkungan kerja non fisik berpengaruh positif dan signifiksn secara langsung terhadap disiplin ditunjukkan dengan nilai standardized direct effect sebesar 0,437. Ini berarti pengaruh lingkungan kerja non fisik terhadap disiplin adalah pengaruh yang bernilai positif yaitu semakin baik lingkungan kerja non fisik maka semakin baik pula disiplin PT. Adi Perkasa Tecnik di Kab. Purwakarta. Sebaliknya semakin kurang lingkungan kerja non fisik maka semakin kurang disiplin PT. Adi Perkasa Tecnik di Kab. Purwakarta.


18.2. Saran
Berdasarkan simpulan penelitian mengenai pengaruh kompensasi dan lingkungan kerja non fisik terhadap disiplin dan kinerja karyawan PT. Adi Perkasa Tecnik di Kab. Purwakarta, dapat disarankan hal-hal sebagai berikut.
1)     Karyawan PT. Adi Perkasa Tecnik di Kab. Purwakarta meningkatkan kinerja terutama dalam hal pekerjaan yang harus sesuai dengan standar, mencapai target kerja serta kemampuan dalam menyelesaikan pekerjaan dan sikap kerjasama karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan.

2)     Dalam hal kompensasi, yang perlu ditingkatkan adalah tunjangan hari raya, lingkungan kerja non fisik yang perlu ditingkatkan adalah suasana kerja yang dapat memberikan dorongan dan semangat kerja yang tinggi sedangkan disiplin yang perlu ditingkatkan adalah tanggung jawab atas pekerjaan dan memelihara suasana kerja yang baik dalam melaksanakan pekerjaan.


Senin, 25 Maret 2013

bahasa indonesia 2

SOFTSKILL BAHASA INDONESIA 2


Nama : Melati Puji Lestari

Kelas : 3EA18

NPM : 14210336 



PENALARAN INDUKTIF 

Penalaran induktif adalah cara berpikir dengan menarik kesimpulan umum dari pengamatan atas gejala-gejala yang bersifat khusus. Misalnya pada pengamatan atas logam besi, alumunium, tembaga dan sebagainya. Jika dipanasi ternyata menunjukkan bertambah panjang. Dari sini dapat disimpulkan secara umum bahwa logam jika dipanaskan akan bertambah panjang. Biasanya penalaran induktif ini disusun berdasarkan pengetahuan yang dianut oleh penganut empirisme. contoh penalaran induktif adalah :kerbau punya mata. anjing punya mata. kucing punya mata:. setiap hewan punya matapenalaran induktif membutuhkan banyak sampel untuk mempertinggi tingkat ketelitian premis yang diangkat. untuk itu penalaran induktif erat dengan pengumpulan data dan statistik. Selanjutnya pengertian penalaran induktif menurut Tim Balai Pustaka (dalam Shofiah, 2007 :14) istilah penalaran mengandung tiga pengertian, diantaranya : 1. cara (hal) menggunakan nalar, pemikiran atau cara berfikir logis. 2. Hal mengembangkan atau mengendalikan sesuatu dengan nalar dan bukan dengan perasaan atau pengalaman. 3. Proses mental dalam mengembangkan atau mengendalikan pikiran dari beberapa fakta atau prinsip. Contohnya dalam menggunakan preposisi spesifik seperti: Es ini dingin. (atau: Semua es yang pernah kusentuh dingin.) Bola biliar bergerak ketika didorong tongkat. (atau: Dari seratus bola biliar yang didorong tongkat, semuanya bergerak.) Untuk membedakan preposisi umum seperti: Semua es dingin. Semua bola biliar bergerak ketika didorong tongkat. Induksi kuat: Semua burung gagak yang kulihat berwarna hitam. Induksi lemah: Aku selalu menggantung gambar dengan paku. Banyak denda mengebut diberikan pada remaja. Penalaran induktif dimulai dengan pengamatan khusus yang diyakini sebagai model yang menunjukkan suatu kebenaran atau prinsip yang dianggap dapat berlaku secara umum. Perbedaan dari penalaran deduktif dan induktif adalah, penalaran deduktif memberlakukan prinsip-prinsip umum untuk mencapai kesimpulan-kesimpulan yang spesifik, sementara penalaran induktif menguji informasi yang spesifik, yang mungkin berupa banyak potongan informasi yang spesifik, untuk menarik suatu kesimpulan umum. 


Jenis – jenis penalaran induktif yaitu :

  GENERALISASI Generalisasi adalah proses penalaran berdasarkan pengamatan atas sejumlah gejala dengan sifat-sifat tertentu mengenai semua atau sebagaian dari gejala serupa. Dari sejumlah fakta atau gejala khusus yang diamati ditarik kesimpulan umum tentang sebagian atau seluruh gejala yang diamati itu. Proses penarikan kesimpulan yang dilakukan dengan cara itu disebut dengan generalisasi. Jadi, generalisasi adalah pernyataan yang berlaku umum untuk semua atau sebagian gejala yang diamati. Karena itu suatu generalisasi mencakup ciri-ciri esensial atau yang menonjol, bukan rincian. Di dalam pengembangan karangan, generalisasi perlu ditunjang atau dibuktikan dengan fakta-fakta, contoh-contoh, data statistik, dan sebagainya yang merupakan spesifikasi atau ciri khusus sebagai penjelasan lebih lanjut. Contoh: • Dicky adalah seorang polisi, dia berambut cepak. • Alfa adalah seorang polisi, dia berambut cepak. Generalisasi: semua polisi berambut cepak Generalisasi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu, generalisasi tanpa loncatan induktif dan generalisasi dengan loncatan induktif. 2. Generalisasi tanpa loncatan induktif: Generalisasi tanpa loncatan induktif adalah generalisasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan diselidiki. Contoh: sensus penduduk 2. Generalisasi Dengan Loncatan Induktif Generalisasi Dengan Loncatan Induktif adalah generalisasi dimana kesimpulan diambil dari sebagian fenomena yang diselidiki diterapkan juga untuk semua fenomena yang belum diselidiki. Contoh: Hampir seluruh pria dewasa di Indonesia senang memakai celana pantalon. 


 ANALOGI INDUKTIF Pada dasarnya analogi adalah perbandingan. Perbandingan selalu mengenai sekurang-kurangnya dua hal yang berlainan. Dari kedua hal yang berlainan itu dicari kesamaannya (bukan perbedaanya). Dari pengungkapannya, ada analogi sederhana serta mudah dipahami dan ada yang merupakan kias yang lebih sulit dipahami. Dari isinya, analogi dapat dibedakan sebagai analogi dekoratif dan analogi induktif. Analogi induktif merupakan analogi yang disusun berdasarkan persamaan yang ada pada dua fenomena, kemudian ditarik kesimpulan bahwa apa yang ada pada fenomena pertama terjadi juga pada fenomena kedua.. Di dalam proses analogi induktif kita menarik kesimpulan tentang fakta yang baru berdasarkan persamaan ciri dengan sesuatu yang sudah dikenal. Kebenaran yang berlaku yang satu (lama) berlaku pula dengan yang lain (baru). Yang sangat penting dengan proses analogi induktf ialah bahwa persamaan yang digunakan sebagai dasar kesimpulan merupakan ciri utama (esensial) yang berhubungan erat dengan kesimpulan. Contoh analogi induktif : Secara tidak sengaja Amara mengetahui bahwa pensil Stedler 4B nya menghasilkan gambar vignette yang memuaskan hatinya. Pensil itu sangat lunak dan menghasilkan garis-garis hitam dan tebal. Maka selama bertahun-tahun ia selalu memakai pensil itu untuk membuat vignet. Tetapi, ketika ia belibur di rumah nenek di sebuah kota kecamatan ia kehabisan pensil. Ia mencari di toko-toko di sepanjang satu-satunya jalan raya di kota itu. Dimana-mana tidak ada. Akhirnya dari pada tidak mencoret-coret ia memilih merk lain yang sama lunaknya dengan Stedler 4B. “Ini tentu akan menghasilkan vignet yang bagus juga”, putusnya meghibur diri. Paragraph diatas merupakan contoh dari analogi indukitif. Keputusan Amara merupakan kesimpulan berdasarkan persamaan sifat kedua merk pensil itu. Hubungan kausal yaitu penalaran yang diperoleh dari gejala – gejala yang saling berhubungan. Contoh : Jika dipanaskan, tembaga memuai. Jika dipanaskan emas memuai Macam – macam hubungan kausal : a. Sebab - akibat Contoh : Sejumlah pengusaha angkutan di Bantul terpaksa gulung tikar karena pendapatan yang mereka peroleh tidak bisa menutup biaya operasional. Minimnya pendapatan karena sebagian besar penumpang membayar ongkos dibawah ketentuan tarif yang sudah ditetapkan, akibat ketidakmampuan ekonomi. (Sumber : Kompas, 10 Mei 2008). b. Akibat -sebab Contoh : Andi mendapat nilai yang memuaskan pada ujian semester kenaikan kelas. Dia mendapat rangking pertama di kelasnya. Hasil yang diperoleh Andi ini dia dapatkan karena belajar yang sangat tekun setiap harinya. c Akibat – akibat Contoh : Kemarin Lusi mengalami kecelakaan akibat menabrak pembatas jalan. Akibat dari kecelakaan tersebut dia mengalami patah kaki dan harus dirawat di rumah sakit. 


 Kausal Kausal adalah paragraph yang dimulai dengan mengemukakan fakta khusus yang menjadi sebab, dan sampai pada simpulan yang menjadi akibat. Serta bahwa setiap kejadian memperoleh kepastian dan keharusan serta kekhususan-kekhususan eksistensinya dari sesuatu atau berbagai hal lainnya yang mendahuluinya , merupakan hal-hal yang diterima tanpa ragu dan tidak memerlukan sanggahan. . Hubungan Kausal Penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan. Macam hubungan kausal : a) Sebab- akibat. Hujan turun di daerah itu mengakibatkan timbulnya banjir. b) Akibat – Sebab. Bobi tidak lulus dalam ujian kali ini disebabkan dia tidak belajar dengan baik. c) Akibat – Akibat. Ibu mendapatkan jalanan di depan rumah becek, sehingga ibu beranggapan jemuran di rumah basah. Contoh Kausal : Kemarau tahun ini cukup panjang. Sebelumnya, pohon-pohon di hutan sebagi penyerap air banyak yang ditebang. Di samping itu, irigasi di desa ini tidak lancar. Ditambah lagi dengan harga pupuk yang semakin mahal dan kurangnya pengetahuan para petani dalam menggarap lahan pertaniannya. Oleh karena itu, tidak mengherankan panen di desa ini selalu gagal. Tambahan : *) Metode induktif Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif. **) Metode deduktif Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. - Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial. Generalisasi adalah proses penalaran yang bertolak dari fenomena individual menuju kesimpulan umum. - Contoh: Tamara Bleszynski adalah bintang iklan, dan ia berparas cantik. Nia Ramadhani adalah bintang iklan, dan ia berparas cantik. Generalisasi: Semua bintang sinetron berparas cantik Pernyataan “semua bintang sinetron berparas cantik” hanya memiliki kebenaran probabilitas karena belum pernah diselidiki kebenarannya. - Contoh kesalahannya: Omas juga bintang iklan, tetapi tidak berparas cantik. Macam-macam generalisasi Generalisasi sempurna Adalah generalisasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan diselidiki. - Contoh: sensus penduduk Generalisasi tidak sempurna Adalah generalisasi dimana kesimpulan diambil dari sebagian fenomena yang diselidiki diterapkan juga untuk semua fenomena yang belum diselidiki. - Contoh: Hampir seluruh pria dewasa di Indonesia senang memakai celana pantalon. Prosedur pengujian generalisasi tidak sempurna Generalisasi yang tidak sempurna juga dapat menghasilkan kebenaran apabila melalui prosedur pengujian yang benar. Prosedur pengujian atas generalisasi tersebut adalah: 1. Jumlah sampel yang diteliti terwakili. 2. Sampel harus bervariasi. 3. Mempertimbangkan hal-hal yang menyimpang dari fenomena umum/ tidak umum. 


Sumber : Akhaadiah, Subarti, dkk. Pembinaan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga, 1990. http://yogatama-anggita.blogspot.com/2012/04/penalaran-induktif.html http://lailamaharani.blogspot.com/2012/10/penalaran-induktif.html

Selasa, 22 Januari 2013

karakteristik dari Konsumen Indonesia (pada umumnya) dan Faktor yang Paling Mempengaruhi Perialaku Konsumen Indonesia

Nama  : Melati Puji Lestari
Kelas  : 3ea18
Npm   :  14210336



Karakteristik dari Konsumen Indonesia (pada umumnya) Manusia memiliki banyak sekali kebutuhan dalam

hidupnya dengan jumlah yang tidak terbatas, baik kebutuhan fisik maupun rohani.Untuk kebutuhan fisik manusia membutuhkan barang-barang seperti makanan, pakaian, dan rumah. Sementara untuk kebutuhan rohani, manusia membutuhkan jasa seperti hiburan dan konsultasi. Adapun pengertian konsumsi secara khusus adalah suatu kegiatan yang tujuannya mengurangi atau menghabiskan faedah suatu benda (barang dan jasa) dalam rangka pemenuhan hidup. Untuk memenuhi kebutuhan yang beraneka ragam, kita mengkonsumsi barang dan jasa. Barang adalah alat pemuas kebutuhan yang mempunyai bentuk seperti tas, baju, dan berbagai barang laiinya.Adapun jasa adalah alat pemuas kebutuhan yang tidak berbentuk tetapi dapat dirasakan manfaatnya.Adapun manfaat dari suatu barang yang dipakai dalam pemenuhan kebutuhan manusia adalah kepuasan yang dapat diberikan oleh barang tersebut untuk memenuhi kebutuhan yang dapat menyebabkan barang tersebut lebih bernilai. Masing-masing konsumen memiliki pribadi yang unik.Konsumen yang satu dengan yang lainnya mempunyai kebutuhan yang bebeda dan prilaku yang berbeda dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.Konsumen di Indonesia memiliki karakter yang berbeda pula dengan konsumen di negara lain.Sebagai contoh pada penjualan produk telekomunikasi seperti ponsel. Sebagai contoh penjualan ponsel Nokia 9500 yang ternyata di pasaran negara Amerika Serikat kurang begitu diminati oleh konsumennya, tetapi di Indonesia produk ini sangat laris bahkan menempati urutan ketiga dalam penjualan ponsel Nokia 9500 di dunia. Ternyata setelah dianalisis oleh para ahli ekonomi ternyata hal ini dipengaruhi oleh faktor “gengsi”. Pada umumnya manusia memiliki 2 kebutuhan baik dari segi kebutuhan fisik maupun kebutuhan rohani. Kebutuhan fisik seperti barang – barang, makanan, pakaian dan rumah. sedangkan untuk kebutuhan rohani seperti hiburan dan konsultasi. Konsumsi secara khusus berarti suatu kegiatan untuk menghabiskan suatu benda ( baik barang atau jasa). Barang ada alat pemuas kebutuhan yang mempunyai bentuk, terlihat, serta dapat diraba. Jasa adalah alat pemuas kebutuhan yang tidak berbentuk / berwujud, tetapi dapat dirasakan manfaatnya. Masing – masing konsumen memiliki karakteristik yang berbeda – beda. Konsumen satu dengan konsumen yang lain mempunyai kebutuhan yang berbeda – beda pula. Prilaku konsumen secara umum dapat dibagi atas 2 macam dalam memenuhi kebutuhannyayaitu:

1. Prilaku konsumen yang rasional Prilaku ini didasari oleh pertimbangan rasional (nalar) dalam memutuskan untuk mengkonsumsi suatu produk. Suatu pembelian dapat dikatakan rasional, bila dasar pertimbangannya adalah :

2. Perilaku konsumen yang tidak rasional Seorang konsumen dikatakan tidak rasional apabila membeli barang tanpa pertimbangan yang baik. Secara umum berikut karakteristik konsumen di Indonesia khususnya

Ada 10 Karakteristik konsumen Indonesia :

1. Memiliki Pola Pikir Jangka Pendek Pola pikir adalah hal dasar bagi seseorang dalam membuat keputusan. Keputusan yang diambil akan memberi pengaruh dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Pola pikir jangka pendek hanya memperhatikan manfaat dalam jangka waktu pendek saja. Oleh karena itu, produk-produk instan laku di pasar Indonesia.

2. Tidak Memiliki Perencanaan Konsumen Indonesia tidak memiliki perencanaan dalam hidup mereka termasuk dalam membuat perencaan dalam berbelanja. Perencanaan dalam berbelanja dapat diwujudkan dalam bentuk daftar belanjaan. Daftar belanjaan ini mengurangi pembelian yang tidak direncanakan. Oleh karena itu, konsumen Indonesia rata-rata sering melakukan pembelian barang-barang yang tidak direncanakan sebelumnya.

3. Cenderung Suka Berkumpul Konsumen Indonesia memiki kecenderungan suka berkelompok dan berkumpul. Saat berkumpul dan berkelompok akan timbul pembicaraan. Dalam pembicaraan tersebut akan menimbulkan efek words of mouth. Efek words of mouth akan menimbulkan kemungkinan ada konsumen baru dari konsumen yang terpuaskan. Dari konsumen yang terpuaskan akan menimbulkan repeat orders.

4. Tidak Adaptif Dengan Teknologi Baru Survey yang dilakukan oleh Frontier pada tahun 2010 ini menyatakan bahwa konsumen Indonesia tidak adaptif terhadap teknologi. Fasilitas M-Banking dan Internet belum digunakan secara maksimal. Fasilitas M-Banking dan Internet yang sudah ada di dalam ponsel yang digunakan oleh konsumen Indonesia namun belum digunakan secara maksimal.

5. Fokus Pada Konten Bukan Konteks Konten adalah informasi yang tersedia melalui media atau produk elektronik. Konteks adalah suatu uraian atau kalimat yg dapat mendukung atau menambah kejelasan makna. Informasi yang tersedia di media atau produk elektronik lainnya tentu saja tidak memberikan informasi yang jelas.

6. Menyukai Barang – Barang Produksi Luar Negeri Harga acapkali dibandingkan dengan kualitas. Semakin tinggi harga dianggap semakin bagus kualitasnya. Harga barang-barang produksi luar negeri mayoritas memiliki harga lebih tinggi daripada barang-barang produksi dalam negeri. Gengsi menjadi salah satu alasan juga mengapa konsumen Indonesia lebih menyukai barang-barang produksi luar negeri.

7. Semakin Memperhatikan Masalah Religious Indonesia adalah negara beragama. Konsumen Indonesia menjadi lebih sensitif untuk hal-hal yang berbau keaagamaan. Produk dan jasa yang berbau agama semakin lebih banyak digemari.

8. Suka Pamer dan Gengsi Kecenderungan manusia adalah ingin dipuji. Konsumen Indonesia yang berasal dari golongan ekonomi menengah ingin dipuji jika bisa membeli barang yang tidak bisa dibeli orang lain. Konsumen Indonesia dari golongan ekonomi atas membeli barang-barang branded supaya dipuji dan sebagai prestise karena gengsi.

9. Tidak banyak dipengaruhi Budaya Lokal Keanekaragaman budaya dan adat istiadat sudah tidak lagi menjadi alasan dalam memilih dan menggunakan suatu produk. Globalisasi membuat konsumen Indonesia
memiliki karakteristik tidak banyak dipengaruhi lagi oleh budaya lokal.

10. Kurang Memperdulikan Lingkungan Perubahan iklim adalah isu yang popular di abad 21. Isu tentang lingkungan menjadi penting terkait tentang pemanasan produk. Perusahaan berlomba-lomba untuk ikut andil dalam lingkungan. Produk yang akan diproduksi sudah dirancang supaya sustainable terhadap lingkungan. Lain halnya dengan konsumen luar negeri, konsumen Indonesia masih belum peduli akan lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi Perilaku.

Factor – factor yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen.
Secara garis besar prilaku konsumen dipengaruhi oleh 3 faktor :

1. Faktor Internal

a. Pendapatan Pendapatan konsumen berpangaruh pada besarnya konsumsi yang dilakukan. Semakin tinggi pendapatan konsumen, cenderung semakin besar pula.

b. Motivasi Setiap orang mempunyai motivasinya sendiri-sendiri dalam melakukan kegiatan konsumsi. Ada yang melakukan kegiatan konsumsi untuk memenuhi kebutuhan yang benar-benar diperlukan. Namun ada pula yang membeli barang hanya karena ikut-ikutan orang lain, padahal sebenarnya ia tidak membutuhkannya. Sebagian yang lain mengkonsumsi barang dan jasa tertentu demi memperlihatkan status sosialnya atau gengsi. Misalnya seorang remaja yang membeli handphone keluaran terbaru agar dianggapkeren oleh teman-temannya.

c. Sikap dan kepribadian Sikap dan kepribadian individu juga mempengaruhi perilaku konsumsinya. Orang hemat biasanya hanya akan membeli barang-barang yang telah direncanakan, dimana hal ini sangat berbeda jauh dengan orang boros yang selalu membeli barang yang tidak dibutuhkannya.

2. Faktor eksternal

a. Kebudayaan Kebudayaan yang terdapat di suatu daerah berpengaruh pada pola konsumsi masyarakatnya. Di Jepang dan Cina, orang makan menggunakan sumpit. Semantara di negara barat, sendok dan garpu sering ditemani oleh pisau. Tak heran bila konsumsi sumpit d Jepang dan Cina lebih tinggi dibandingkan di negara barat. Begitu pula sebaliknya.

b. Status Sosial Status atau posisi seseorang di dalam masyarakat dengan sendirinya akan membentuk pola konsumsi orang tersebut. Konsumsi seorang presiden, raja, atau menteri sudah jelas berbeda dengan konsumsi supir taksi, tukang kayu, atau pengusaha kecil.

c. Harga Barang Sudah menjadi hukum ekonomi bahwa harga barang naik, konsumsi akan menurun, dan apabila harga rendah, konsumsi akan tinggi. Ini juga berlaku untuk tingkat harga barang substitusi.

3. Faktor Strategi Marketing Strategi marketing dalam suatu negara berbeda dengan negara lain karena perbedaan masyarakat dan pola konsumsi juga sehingga tidak mengherankan bahwa suatu produk laris di suatu negara tetapi setelah dikenalkan dan dijual ke negara lain tidak mendapatkan respon yang baik dari masyarakat di negara tersebut. Tujuan dari pemasaran adalah untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhan dan keinginan pelanggan secara lebih baik dari pada pesaing. Perilaku konsumen merupakan studi Tentang cara individu, kelompok, organisasi dalam menyeleksi, membeli, menggunakan, dan mendisposisikan barang, jasa, gagasan, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka. Studi konsumen memberikan petunjuk untuk memperbaiki dan memperkenalkan produk atau jasa, menetapkan harga, perencanaan saluran, menyusun pesan, dan mengembangkan kegiatan pemasaran lain termasuk dalam mengetahui perilaku konsumen. Pemasar harus sepenuhnya memahami teori maupun realitas perilaku konsumen, mencakup beberapa fakta penting tentang konsumen dan tren konsumen masa depan, seperti PT. Toyota-Astra Motor dengan mulai menganalisa pasar dengan perencanaan tren mobil keluarga ideal terbaik Indonesia. Perilaku pembelian konsumen sebenarnya di pengaruhi oleh faktor-faktor budaya, sosial, pribadi, dan psikologis. Sedangkan faktor yang paling berpengaruh dan paling luas dan paling dalam adalah faktor budaya.

Menurut Kolter, Philip, Keller, Kevin Lane factor yang mempengaruhi perilaku konsumen sebagai berikut :

• Faktor budaya Budaya, sub-budaya, dan kelas sosial sangat penting bagi perilaku pembelian. Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku pembentuk paling dasar. Anak-anak yang sedang tumbuh mendapatkan seperangkat nilai, persepsi, preferensi, dan perilaku dari keluarga dan lembaga-lembaga penting lainnya. Masing-masing budaya terdiri dari sejumlah sub-budaya yang lebih menampakkan identifikasi dan sosialisasi khusus bagi para anggotanya. Sub-budaya mencakup kebangsaan, suku, agama, ras, kelompok bagi para anggotanya. Ketika sub-budaya menjadi besar dan cukup makmur, perusahaan akan sering merancang program pemasaran yang cermat disana.


• Faktor social Selain faktor budaya, perilaku konsumen di pengaruhi oleh faktor-faktor sosial, seperti kelompok acuan, keluarga, peran, dan status sosial. Kelompok acuan terdiri dari semua kelompok yang memiliki pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku orang tersebut. Keluarga meruapkan organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat dan para anggota keluarga menjadi kelompok acuan primer yang paling berpengaruh. Peran dan status sosial seseorang menunjukkan kedudukan orang itu setiap kelompok sosial yang ia tempati. Peran meliputi kegiatan yang diharapkan akan dilakukan oleh seseorang. Masing-masing peran menghasilkan status. Contoh : seorang yang memiliki peran sebagai manajer dan status yang lebih tinggi dari pegawai kantor, dimana ia juga memiliki banyak keluarga dan anak, tentu ia akan tertarik dengan produk mobil dari Toyota, karena ada kesesuaian antara kebutuhan dan keunggulan Toyota sebagai mobil keluarga ideal terbaik Indonesia, ia bahkan juga bisa membeli pakaian mahal dan juga keluarganya, membeli rumah besar untuk keluarganya dan lain-lain.


• Faktor pribadi Keputusan membeli juga di pengaruhi oleh karakteristik pribadi. Karakteristik tersebut meliputi usia dan tahap dalam siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, kepribadian dan konsep diri, juga nilai dan gaya hidup pembeli.


• Faktor Psikologi Titik awal untuk memahami perilaku konsumen adalah adanya rangsangan pemasaran luar seperti ekonomi, teknologi, politik, budaya. Satu perangkat psikologi berkombinasi dengan karakteristik konsumen tertentu untuk menghasilkan proses keputusan dan keputusan pembelian. Tugas pemasar adalah memahami apa yang terjadi dalam kesadaran konsumen antara datangnya rangsangan pemasaran luar dengan keputusan pembelian akhir. Empat proses psikologis (motivasi, persepsi, ingatan dan pembelajaran) secara fundamental, mempengaruhi tanggapan konsumen terhadap rangsangan pemasaran. Sedangkan menurut James F. Engel – Roger D Blackwell-Paul W. Miniart dalam saladin terdapat tiga faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen yaitu :


1. Pengaruh lingkungan, terdiri dari budaya, kelas sosial, keluarga dan situasi. Sebagai dasar utama perilaku konsumen adalah memahami pengaruh lingkungan yang membentuk atau menghambat individu dalam mengambil keputusan berkonsumsi mereka. Konsumen hidup dalam lingkungan yang kompleks, dimana perilaku keputusan mereka dipengaruhi oleh keempat faktor tersebut diatas.


2. Perbedaan dan pengaruh individu, terdiri dari motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup, dan demografi. Perbedaan individu merupkan faktor internal (interpersonal) yang menggerakkan serta mempengaruhi perilaku. Kelima faktor tersebut akan memperluas pengaruh perilaku konsumen dalam proses keputusannya.


3. Proses psikologis, terdiri dari pengolahan informasi, pembelajaran, perubahan sikap dan perilaku. Ketiga faktor tersebut menambah minat utama dari penelitian konsumen sebagai faktor yang turut mempengaruhi perilaku konsumen dalam penambilan keputusan pembelian.

Sumber :

http://syafrizalhelmi.blogspot.com/2010/03/karakteristik-konsumen-indonesia.html http://rennyahmalinda.blogspot.com/2013/01/karakteristik-dan-prilaku-konsumen.html  
http://ratni_itp.staff.ipb.ac.id/2012/06/07/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-perilaku-konsumen/

Sabtu, 12 Januari 2013

PERILAKU KONSUMEN CONSUMER INNOVATIVENESS

Nama : Melati Puji Lestari 

NPM :14210336 

Kelas : 3ea18 

PERILAKU KONSUMEN 
tugas softskill consumer innovativeness 

v Defining Customer Innovation

Custumer Innovation I often get asked what I mean when I use the phrase "Customer Innovation". Here's my explanation:
Customer innovation incorporates a number of emerging concepts and practices that help organisations address the challenge of growth in the age of the empowered and active customer (both business and consumer). It demands new approaches to innovation and strategy-making that emphasise rapid capability development, fast learning, ongoing experimentation and greater levels of collaboration in value-creation. Customer innovation impacts upon all the following activities, functions and disciplines:
Marketing strategy and management
Brand strategy and management
Communications strategy
Customer experience design and delivery
Customer relationship management
Customer service design and quality management
Market-sensing and customer learning
Market and customer segmentation
Creativity and knowledge management including market research
Partner and customer collaboration
Organisational alignment and purpose (values, behaviour and beliefs)
Innovation strategy and management
Innovation valuation, measurement and prioritisation
Strategy-making
For me customer innovation is not only an important perspective on value-creation but a whole new strategy discipline that organisations must embrace if they are to pursue growth successfully in the future. Put another way, customer innovation impacts the fundamental means by which value is created and growth sustained.
One of the difficulties I encounter when explaining the concept is that the "Innovation" word is traditionally associated with products and technology. There is a section in The Only Sustainable Edge by Hagel and Seely Brown that eloquently defines Innovation from a much broader organisational and strategic perspective:
We underscore the importance of innovation but we use the term more broadly than do most executives. Executives usually think in terms of product innovation as in generating the next wave of products that will strengthen market position. But product-related change is only one part of the innovation challenge. Innovation must involve capabilities; while it can occur at the product and service level, it can also involve process innovation and even business model innovation, such as uniquely recombining resources, practices and processes to generate new revenue streams. For example, Wal-Mart reinvented the retail business model by deploying a big-box retail format using a sophisticated logistics network so that it could deliver goods to rural areas at lower prices.
Innovation can also vary in scope, ranging from reactive improvements to more fundamental breakthroughs... One of the biggest challenges executives face is to know when and how to leap in capability innovation and when to move rapidly along a more incremental path. Innovation, as we broadly construe it, will reshape the very nature of the firm and relationships across firms, leading to a very different business landscape.
Although Hagel and Seely Brown's book provides a great analysis of capability-building and new innovation mechanisms at the edge of organisations (through new dynamic forms of firm-firm collaboration) and specialisation, their discussion largely omits the customer-firm colloboration, open innovation perspective. But, from Hagel's most recent post and article in the Mckinsey Quarterly, this seems like it could be the subject of their next book! Here is a quote from the article:
Cocreation is a powerful engine for innovation: instead of limiting it to what companies can devise within their own borders, pull systems throw the process open to many diverse participants, whose input can take product and service offerings in unexpected directions that serve a much broader range of needs. Instant-messaging networks, for instance, were initially marketed to teens as a way to communicate more rapidly, but financial traders, among many other people, now use them to gain an edge in rapidly moving financial markets.

  v  Compulsive Consumption

O'Guinn & Faber (1989:148) defined compulsive consumption as “a response to an uncontrollable drive or desire to obtain, use or experience a feeling, substance or activity that leads an individual to repetitively engage in a behaviour that will ultimately cause harm to the individual and/or others.” Research has been carried out to provide a phenomenological description to determine whether compulsive buying is a part of compulsive consumption or not. The conclusion reached after analysing both qualitative and quantitative data stated that compulsive buying resembles many other compulsive consumption behaviours like compulsive gambling, kleptomania and eating disorders (O' Guinn & Faber, 1989:147). Hassay & Smith (1996) hold a similar view and refer to compulsive buying as a form of compulsive consumption as well. Besides personality traits, motivational factors also play a significant role in determining the similarities between compulsive buyers and normal consumers. According to O'Guinn & Faber (1989:150), if compulsive buying is similar to other compulsive behaviours it should be motivated by “alleviation of anxiety or tension through changes in arousal level or enhanced self-esteem, rather than the desire for material acquisition.” Hassay & Smith (1996) also agree with the above inference and concluded from their research that “compulsive buying is motivated by acquisition rather than accumulation.”

Example Compulsive Consumption Consumer

Examples include uncontrollable shopping, gambling, drug addition, alcoholism and various food and eating disorders. It is distinctively different from impulsive buying which is a temporary phase and centers on a specific product at a particular moment. In contrast compulsive buying is enduring behaviour that centers on the process of buying, not the purchases themselves.


  v  CONSUMER ETHNOCENTRIM 
Consumers with high ethnocentrism are likely to have feelings of guilt when eating products from abroad because it adversely affects the economy of the nation itself. As for consumers with low ethnocentrism did not feel it. The implication for marketers is the use of an emphasis on the aspect of nationality in the use of domestic products for consumers with a high level of ethnocentrism. Consumer ethnocentrism comes from a more general psychological concept of ethnocentrism. Basically, ethnocentric people tend to view their group as superior to others. Thus, they view other groups from their own perspective, and reject those who are different and accept people who are similar (Netemeyer et al, 1991. Shimp & Sharma, 1987). This, in turn, derived from earlier sociological theories in-group and out-group (Shimp & Sharma, 1987). Ethnocentrism, then consistently found, it is normal for the group-to-out group (Jones, 1997, Ryan & Bogart, 1997). Consumer ethnocentrism specifically refers to ethnocentric views held by consumers in one country, in groups, to products from other countries, out-group (Shimp & Sharma, 1987). Consumers may believe that it is not appropriate, and perhaps even immoral, to buy products from other countries. The purchase of foreign products can be viewed as not feasible because the cost of domestic jobs and hurt the economy. The purchase of foreign products can even be seen as merely patriotic (Klein, 2002; Netemeyer et al, 1991. Sharma, Shimp, & Shin, 1995; Shimp & Sharma, 1987).


Attribute

Individual consumer ethnocentrism gives an understanding of what the purchase-received by the group, as well as the sense of identity and belonging. For consumers who do not ethnocentric or polycentric consumers, products are evaluated based on their merits exclusive national origin, or even likely to be seen more positively because they were foreigners (Shimp & Sharma, 1987; Vida & Dmitrovic, 2001). Brodowsky (1998) study of consumer ethnocentrism among car buyers in the United States and found a strong positive relationship between high ethnocentrism and country-based bias in the evaluation of the car. Consumers with low ethnocentrism appears to evaluate cars based more on the benefits of the car is not really a country of origin. Brodowsky showed that consumer ethnocentrism understanding is very important in understanding the effects of country of origin. Some antecedents of consumer ethnocentrism has been identified by various studies. Which tend to be less ethnocentric consumers are those who are young, those men, those who were better educated, and those with higher income levels (Balabanis et al, 2001;. Good & Huddleston, 1995, Sharma et al , 1995) Balabanis et al. found that the determinants of consumer ethnocentrism may vary from country to country and culture to culture. In Turkey, patriotism found the most important motive for consumer ethnocentrism. This, it is theorized, is because the collectivist culture of Turkey, with patriotism becomes an important expression of loyalty to the group. In the Czech Republic more individualistic, feelings of nationalism based on a sense of superiority and dominance appear to give the most important contribution to consumer ethnocentrism.


CASE EXAMPLE

Easy when me and Metta was having lunch with ketchup, in which the Indonesian people like ketchup, some attention to our Taiwanese friends, and some say, weird. I was silent, and the conclusions which I took only one, "orang2 Taiwan do not eat with soy sauce, or ketchup are not commonly eaten with rice." I did not have the heart to tell the Taiwan weird because we eat with ketchup, what's the difference anyway because I was with them on the end? Same with the habit of morning showers that rarely do people of Taiwan. Initially I was shocked, but with that I learned going forward, simply because I shower every morning shower does not mean it's weird. Because if I told you it was weird, especially if his name is not exalt yourself and not assume everything is lower?

 http://chrislawer.blogs.com/chris_lawer/2005/10/defining_custom.html 
http://www.businessteacher.org.uk/free-marketing-essays/compulsive-buying/
http://design-marketing-dictionary.blogspot.com/2009/11/compulsive-consumption-behaviour.html
http://en.wikipedia.org/wiki/Consumer_ethnocentrism